Studi Baru: Jamur dari Ulat Bulu Bisa Jadi Obat Kanker, Bagaimana Caranya?
Data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pada 2024 kasus kanker baru di dunia mencapai angka 20 juta. Ini masih menjadikan kanker sebagai penyakit paling mematikan di dunia. Lantas bagaimana perkembangan pengobatannya?
Selama ini, penelitian mengenai pengobatan kanker terus dilakukan. Terbaru, sebuah penelitian yang terbit di jurnal FEBS Letters pada 7 November 2024 oleh Dr Cornelia de Moor dan kawan-kawan, menemukan jenis jamur yang bisa menghambat pertumbuhan sel kanker.
Dalam penemuannya, peneliti mengatakan bahwa jenis jamur yang dimaksud adalah jamur ulat bulu (Cordyceps militaris).
Baca juga: Berapa Jumlah Langkah yang Ideal untuk Mengurangi Risiko Penyakit Kardiovaskular?Baca juga: Berhenti Merokok di Usia Tua Tetap Bisa Memperpanjang Hidup Manusia, Ini StudinyaJamur Parasit yang Tumbuh pada UlatPeneliti menjelaskan bahwa jamur ulat bisa memproduksi zat kimia yang disebut Cordycepin. Zat kimia ini yang dikenal bisa menjadi obat bagi penyakit kanker.
Zat kimia yang bernama Cordycepin bekerja dengan cara menghentikan sinyal pertumbuhan sel kanker yang terlalu aktif. Keunggulan Cordycepin adalah kemampuannya mengurangi kerusakan pada jaringan sehat dibandingkan dengan sebagian besar pengobatan yang tersedia selama ini.
Para ilmuwan dari Universitas Nottingham telah mempelajari bagaimana jamur parasit yang tumbuh pada ulat bulu bisa menjadi obat pengobatan yang potensial bagi berbagai penyakit dengan berfokus kepada Cordycepin.
Selama ini, jamur yang tumbuh pada ulat bulu telah digunakan sebagai makanan kesehatan dan obat tradisional di Asia. Dalam berbagai studi, Cordycepin menunjukkan hasil yang menjanjikan sebagai obat bagi penyakit kanker.
Meski begitu, hingga kini masih belum sepenuhnya dipahami bagaimana cara kerja zat ini dalam mengobati kanker secara detail.
Perbandingan Efek Cordycepin dan Perawatan Lain pada KankerDalam studi mereka, peneliti mencoba membandingkan efek Cordycepin dengan efek dari perawatan lain yang tersimpan dalam basis data yang mereka punya. Hasilnya menunjukkan bahwa zat kimia tersebut ternyata bekerja dengan cara bekerja pada jalur pemicu pertumbuhan sel dalam semua kasus.
Dengan mempelajari bagaimana Cordycepin di dalam sel, tim peneliti menemukan bahwa Cordycepin yang diubah menjadi Cordycepin triphosphate memiliki bentuk yang mirip dengan ATP (molekul pembawa energi dalam sel).
Ternyata, Cordycepin triphosphate ini yang memengaruhi pertumbuhan sel dan diduga inilah yang menjadi penyebab efeknya pada sel kanker. Dengan demikian, adanya molekul Cordycepin tersebut dapat berperan langsung dalam menghambat pertumbuhan sel kanker.
"Kami telah meneliti efek Cordycepin pada berbagai penyakit selama beberapa tahun dan dengan setiap langkah kami semakin dekat untuk memahami bagaimana obat ini dapat digunakan sebagai pengobatan yang efektif," ucap Dr Cornelia de Moor dari Sekolah Farmasi di Universitas Nottingham, yang juga memimpin penelitian ini, dikutip dari laman resmi kampus.
Dia menjelaskan, bahwa data yang dikumpulkan mengonfirmasi bahwa Cordycepin merupakan titik awal yang baik untuk obat kanker baru, dengan menjelaskan efek menguntungkannya. Misalnya, turunan Cordycepin dapat bertujuan untuk menghasilkan bentuk trifosfat dari obat tersebut agar memiliki efek yang sama.
"Selain itu, data tersebut akan membantu memantau efek Cordycepin pada pasien, karena data kami menunjukkan gen tertentu yang aktivitasnya merespons Cordycepin secara andal, yang misalnya dapat diukur dalam sel darah," paparnya.
Baca juga: 12 Penemuan Orang Indonesia yang Mendunia, Salah Satunya Alat Terapi Kanker Video: Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik di 2025, Kenapa Ya?