Ternyata Indonesia Pernah Alami Peningkatan Suhu hingga 3 Derajat Celsius
Pada masa lampau, Indonesia ternyata pernah mengalami peningkatan suhu hingga 3 derajat celsius. Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Marfasran Hendrizan menjelaskan peningkatan suhu 3 derajat celsius pada waktu lampau tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama, kurang lebih 7 ribu tahun.
Walaupun demikian, peningkatan suhu 3 derajat celcius atau lebih pada masa depan disebut hanya membutuhkan kurang dari seratus tahun.
Hendrizan mengatakan riset paleoklimat seperti ini fokus pada pengungkapan sejarah perubahan iklim pada masa lampau untuk membantu memahami perubahan iklim dan dampaknya, baik pada masa sekarang maupun masa depan.
Baca juga: Lubang Ozon di Antartika Bisa Pulih Sepenuhnya pada 2066, Ini Kata PBBIndonesia Masuk dalam Kolam Terpanas DuniaIndonesia yang ada di wilayah tropis, masuk ke dalam "kolam terpanas" dunia atau "Indo-Pacific warm pool". Wilayah tersebut mempunyai aktivitas konveksi tinggi dengan curah hujan yang besar, meski cakupan datanya masih terbatas.
Hendrizan menyampaikan, data iklim yang ada sekarang ini belum cukup panjang untuk analisis mendalam, sehingga memerlukan tambahan data geologi.
"Salah satu cabang ilmu geologi yaitu paleoklimat, ilmu yang mempelajari iklim masa lampau, dapat menyediakan data jangka panjang yang mengisi celah dari data observasi modern," kata Hendrizan dalam Kolokium PRIMA, Kamis (17/10) lalu, yang dikutip kembali dari BRIN pada Senin (28/10/2024).
Dia mengatakan akurasi proyeksi iklim pada masa lampau maupun masa depan memerlukan coverage data yang lebih panjang. Maka, kualitas proyeksi iklim berdasarkan model menjadi lebih akurat.
"Studi paleoklimat menggunakan proksi untuk memahami perubahan lingkungan dari skala waktu yang berbeda beda," ujarnya.
Hendrizan menjelaskan dalam paleoklimat harus memperhitungkan skala waktu. Maksudnya, tidak bisa menggabungkan dengan acak skala waktu kondisi modern dan masa lampau.
Objek penelitian yang dipakai sebagai sampel untuk memperoleh temperatur adalah foraminifera. Foraminifera adalah plankton yang hidup di lautan dan memiliki dinding cangkang kalsit.
Menurut Hendrizan, ketika foraminifera hidup sebagai zooplankton, maka foraminifera tersebut menangkap sinyal-sinyal iklim dari suhu, salinitas, oksigen, pH, dan lain-lain Sinyal ini akan tersimpan pada cangkang dan ikut terbawa hingga foraminifera itu mati dan terkubur.
Rasio magnesium dan kalsium pada cangkang foraminifera terbukti mempunyai korelasi positif antara temperatur dengan magnesium kalsium. Semakin tinggi magnesium-kalsium, maka semakin tinggi nilai isotopik temperatur yang ada.
Baca juga: Penemuan Jejak Nenek Moyang Manusia Asia Tenggara, Ditemukan di Negara IniIndonesia Perlu Memiliki Kesiapsiagaan Terkait Peningkatan SuhuBerdasarkan penelitian rasio magnesium dan kalsium, ditemukan Indonesia pernah mengalami peningkatan suhu sampai 3 derajat celsius pada masa lampau.
Hendrizan mengatakan, informasi itu seharusnya dapat dijadikan bahan kesiapsiagaan jika skenario pengurangan emisi global tidak terkendali pada masa depan. Sebab, batas aman 1,5 derajat celsius dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim atau IPCC pernah terlewati di wilayah Indonesia.
Selain itu, mengingat pentingnya sedimen untuk pengetahuan mengenai perubahan iklim di masa depan, Hendrizan berpesan sedimen yang jadi polemik seharusnya menjadi perhatian Pemerintah.
"Perlu kajian distribusi sedimen secara saintifik yang lebih mendalam sebelum sedimen tersebut dipindah ke tempat lain," ungkapnya.
Video Laporan 120 Pakar: Warning Ancaman Kesehatan Imbas Perubahan Iklim