Prabowo Hapus Utang Petani, Nelayan dan UMKM di Bank, Pakar: Positif, Tapi...
Pemerintahan Prabowo Subianto menerbitkan kebijakan yang menghapus utang petani, nelayan, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di bank. Kebijakan tersebut menarik perhatian masyarakat, tak terkecuali para pakar.
ArinSetyowati, pakar ekonomi UniversitasMuhammadiyah (UM) Surabaya mengatakan gagasan tersebut bisa dipandang sebagai langkah untuk membantu sektor produktif. Di sisi lain, terdapat implikasi kompleks yang perlu diperhatikan.
Baca juga: Pakar UGM Sebut Rencana Prabowo buat Swasembada Pangan Tidak Mudah, Apa Tantangannya?Sebagai informasi, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah rumah tangga petani di Indonesia sebanyak 27.368.975 rumah tangga, jumlah nelayan sekitar 2.773.538 orang, dan jumlah UMKM di Indonesia pada 2023 mencapai sekitar 66 juta.
Menurut Arin, kebijakan penghapusan utang berdampak positif pada pemulihan sektor akar rumput lantaran bisa mengurangi beban keuangan dan mendorong aktivitas ekonomi.
"Mengingat bahwa dengan terbebasnya mereka dari kewajiban membayar cicilan, mereka bisa meningkatkan produktifitas akibat lemahnya kondisi ekonomi," ujar Arin dalam laman UM Surabaya dikutip Jumat (1/11/2024).
Selanjutnya, peningkatan konsumsi dan permintaan domestik karena kebijakan tersebut dapat berkontribusi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja.
"Hal terpenting lagi adalah kebijakan ini mengurangi risiko gagal bayar (risiko kredit macet/NPL), mengingat bahwa petani, nelayan, dan UMKM rentan mengalani kesulitan dalam membayar utang, sehingga kebijakan penghapusan tersebut akan mencegah non-performing loans (NPL) yang membebani perbankan," imbuhnya.
Risiko Pemutihan Utang di BankBaca juga: Siap-siap Wajib Belajar 13 Tahun, Mendikdasmen Mendata TK dan Day CareKendati demikian, Arin berpendapat ada potensi risiko ekonomi yang harus disikapi. Contohnya yakni potensi terjadinya moral hazard berupa ketergantungan pada bantuan pemerintah; munculnya tekanan terhadap perbankan, stabilitas keuangan, hingga beban fiskal pemerintah; dan munculnya risiko akses kredit pada masa yang akan datang.
Mengingat risiko-risiko ekonomi dari kebijakan tersebut, Arin menyarankan pemerintah agar menyeimbangkan antara dukungan langsung kepada sektor pertanian, kemaritiman, dan UMKM dan menjaga stabilitas keuangan jangka panjang.
Solusi Risiko Penghapusan UtangArin mengatakan ada beberapa alternatif prioritas kebijakan yang lebih sistematis dan berkelanjutan yang bisa dilakukan. Berikut langkahnya.
1. Restrukturisasi UtangSalah satu tahapan dalam manajemen risiko adalah restrukturisasi utang, yakni melakukan formulasi ulang atas akad kredit yang sudah dilakukan antara pihak bank dengan nasabah melalui tawaran perpanjangan tenor dan penurunan bunga. Restrukturisasi utang dapat digunakan untuk mengurangi beban nasabah yang berpotensi risiko gagal bayar tanpa harus menghapus utang sepenuhnya.
2. Pemberian Subsidi dan Asuransi KreditKebijakan ini berupa pemberian subsidi bunga atau skema asuransi kredit khusus untuk sektor pertanian, kemaritiman danUMKM. Fungsinya untuk mengurangi risiko kredit.
Baca juga: Tekan Angka Putus Sekolah, Kemendikdasmen Dorong Pendidikan Nonformal3. Peningkatan Akses PembiayaanPeningkatan akses pembiayaan alternatif berupa pembiayaan mikro dan fintech melalui kebijakan insentif untuk lembaga keuangan nonbank yang mendukung modal kerja bagi sektor pertanian, kemaritiman dan UMKM.
4. Pelatihan-Pendampingan dan Peningkatan Akses PasarArin mengatakan, pemberdayaan dan penguatan ekosistem UMKM juga dapat dilakukan melalui pelatihan, pendampingan usaha, dan peningkatan akses pasar. Cara-cara ini memungkinkan produktivitas sektor-sektor tersebut dapat meningkat tanpa perlu mengandalkan bantuan langsung berupa penghapusan utang.
Video Prabowo Lantik Luhut hingga Wiranto Jadi Penasihat Khusus PresidenSelanjutnya:Ternyata Indonesia Pernah Alami Peningkatan Suhu hingga 3 Derajat Celsius